Ilustrasi. Biaya logistik sangat berdampak pada daya saing, baik pengusaha maupun perekonomian negara secara keseluruhan. (Foto: Istock/sandsun) |
Berdasarkan data Logistics Performance Index (LPI) yang dirilis oleh Bank Dunia sebagai indikator kinerja logistik antarnegara di dunia menempatkan Indonesia pada peringkat 46 dari 160 negara di tahun 2018. Posisi Indonesia masih jauh di bawah Singapura yang berada di peringkat 7 dan Thailand di peringkat 41.
Pada kuartal pertama tahun 2021, biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di negara-negara kawasan ASEAN, seperti Malaysia yang hanya mencapai 13% dari PDB.
Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan tingginya biaya logistik menjadi beban tersendiri khususnya bagi industri manufaktur. Hal tersebut akan mempengaruhi daya saing industri dalam memproduksi barang atau jasa. Lebih jauh, juga berdampak pada performa kinerja ekonomi secara makro.
“Nah, kalau dilihat dari komponen logistik itu sendiri yang paling besar adalah transportasi. Jadi biaya transportasi itu dominan ya dalam struktur logistik,” ucap Heri.
Baca juga: Persiapan Keberangkatan 166 Awardee LPDP, Berikut Pesan Menkeu
Heri mengungkapkan, salah satu tantangan besar sektor logistik adalah belum meratanya infrastruktur konektivitas. Menurutnya, pembangunan konektivitas infrastruktur di Indonesia dengan mengedepankan efisiensi biaya logistik menjadi sangat penting.
“Sebagai contoh apabila kapal gitu ya. Mereka mengirim barang ke Indonesia timur muatannya penuh. Tapi ketika kembali ke Indonesia barat (misalnya) ke Jakarta belum tentu muatannya penuh. Kenapa? Karena di Indonesia timur atau di daerah tujuannya itu mungkin belum ada hasil-hasil produksi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau oleh pasar di daerah Indonesia barat. Nah, inilah yang jadi tantangan ya. Sehingga ya tadi biayanya kan jadi lebih besar. Mereka hanya mengantar barang. Ketika kembali tidak menjual atau tidak mengirim barang yang ditujukan untuk dijual kembali,” papar Heri.
Senada, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Capt. Hendri Ginting memaparkan beberapa kendala yang menjadi tantangan khususnya pada sektor transportasi dan logistik Indonesia, diantaranya terkait arus distribusi logistik di Indonesia yang dipengaruhi oleh kondisi geografis dan karakteristik lingkungan yang beragam, serta belum meratanya pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana.
Namun menurut Hendri, hal itu dapat diatasi melalui kolaborasi antara Kementerian Perhubungan dengan Badan Usaha Pelabuhan untuk mengoptimalkan penataan pelabuhan, selain itu menerapkan skema pendanaan kreatif pada beberapa pelabuhan melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Di samping itu, pembenahan tata kelola sektor logistik juga membutuhkan sinergi antarpemangku kepentingan, dalam hal ini dukungan dari seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait di pelabuhan sangat dibutuhkan. Terutama dalam simplifikasi tatanan birokrasi, aturan dalam tata kelola, serta efisiensi proses bisnis logistik. Untuk itu, beberapa pelabuhan menurut Capt. Hendri sudah mulai menerapkan digitalisasi layanan.
“Upaya tersebut terus kami lakukan secara intens dan massif agar tiap-tiap pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dapat semuanya terdigitalisasi dan terintegrasi dengan Kementerian/Lembaga lainnya,” ujar Capt. Hendri.
Lihat juga:
Presiden Kunjungi Kaltara dan Tinjau Kawasan KIPI hingga Bertemu Nelayan
Menkeu: Tak Ganggu Anggaran Prioritas K/L Lakukan Automatic Adjustment
Hingga Oktober 2022, Realisasi Investasi Pemerintah Capai Rp77,92 Triliun
Komitmen Indonesia Mencapai Net Zero Emission
Sokonindo Automobile Siap Produksi Mobil Listrik di Indonesia Dengan Harga Terjangkau
Redaksi
Editor: Rianto
Pada kuartal pertama tahun 2021, biaya logistik Indonesia mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini relatif tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di negara-negara kawasan ASEAN, seperti Malaysia yang hanya mencapai 13% dari PDB.
Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan tingginya biaya logistik menjadi beban tersendiri khususnya bagi industri manufaktur. Hal tersebut akan mempengaruhi daya saing industri dalam memproduksi barang atau jasa. Lebih jauh, juga berdampak pada performa kinerja ekonomi secara makro.
“Nah, kalau dilihat dari komponen logistik itu sendiri yang paling besar adalah transportasi. Jadi biaya transportasi itu dominan ya dalam struktur logistik,” ucap Heri.
Baca juga: Persiapan Keberangkatan 166 Awardee LPDP, Berikut Pesan Menkeu
Heri mengungkapkan, salah satu tantangan besar sektor logistik adalah belum meratanya infrastruktur konektivitas. Menurutnya, pembangunan konektivitas infrastruktur di Indonesia dengan mengedepankan efisiensi biaya logistik menjadi sangat penting.
“Sebagai contoh apabila kapal gitu ya. Mereka mengirim barang ke Indonesia timur muatannya penuh. Tapi ketika kembali ke Indonesia barat (misalnya) ke Jakarta belum tentu muatannya penuh. Kenapa? Karena di Indonesia timur atau di daerah tujuannya itu mungkin belum ada hasil-hasil produksi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau oleh pasar di daerah Indonesia barat. Nah, inilah yang jadi tantangan ya. Sehingga ya tadi biayanya kan jadi lebih besar. Mereka hanya mengantar barang. Ketika kembali tidak menjual atau tidak mengirim barang yang ditujukan untuk dijual kembali,” papar Heri.
Senada, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Capt. Hendri Ginting memaparkan beberapa kendala yang menjadi tantangan khususnya pada sektor transportasi dan logistik Indonesia, diantaranya terkait arus distribusi logistik di Indonesia yang dipengaruhi oleh kondisi geografis dan karakteristik lingkungan yang beragam, serta belum meratanya pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana.
Namun menurut Hendri, hal itu dapat diatasi melalui kolaborasi antara Kementerian Perhubungan dengan Badan Usaha Pelabuhan untuk mengoptimalkan penataan pelabuhan, selain itu menerapkan skema pendanaan kreatif pada beberapa pelabuhan melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Di samping itu, pembenahan tata kelola sektor logistik juga membutuhkan sinergi antarpemangku kepentingan, dalam hal ini dukungan dari seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) terkait di pelabuhan sangat dibutuhkan. Terutama dalam simplifikasi tatanan birokrasi, aturan dalam tata kelola, serta efisiensi proses bisnis logistik. Untuk itu, beberapa pelabuhan menurut Capt. Hendri sudah mulai menerapkan digitalisasi layanan.
“Upaya tersebut terus kami lakukan secara intens dan massif agar tiap-tiap pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dapat semuanya terdigitalisasi dan terintegrasi dengan Kementerian/Lembaga lainnya,” ujar Capt. Hendri.
Lihat juga:
Presiden Kunjungi Kaltara dan Tinjau Kawasan KIPI hingga Bertemu Nelayan
Menkeu: Tak Ganggu Anggaran Prioritas K/L Lakukan Automatic Adjustment
Hingga Oktober 2022, Realisasi Investasi Pemerintah Capai Rp77,92 Triliun
Komitmen Indonesia Mencapai Net Zero Emission
Sokonindo Automobile Siap Produksi Mobil Listrik di Indonesia Dengan Harga Terjangkau
Redaksi
Editor: Rianto
0 comments:
Post a Comment