Ilustrasi. Jaringan aktivis nusantara memiinta pemerintah konsisten dalam aturan penggunaan BBM bersubsidi. (Foto: Dio S/Forumpublik.com) |
Namun kebijakan tersebut harus dikontrol dengan menghitung daya beli masyarakat, willingness to pay, dan inflasi, maksudnya jika pemerintah secara serius menaikkan BBM bersubsidi pemerintah wajib memastikan daya beli masyarakat masih tetap terjaga dan posisi inflasi berada dalam kategori aman.
“Jaringan Aktivisi Nusantara mendukung pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi namun harus tetap mengontrol kebijakan menghitung daya beli masyarakat dan posisi inflasi berada dalam posisi aman”, ucap Romadhon melalui keterangan persnya, Kamis (1/09/2022).
Romadhon menyampaikan bahwa pengurangan subsidi BBM sudah dibahas sejak tiga tahun lalu, dengan harapan akan segera dapat direalisasiskan agar dana subsidi bisa dialihkan ke sektor lain yang tak kalah penting. Namun tarik-menarik isu politik, kepentingan usaha dan tekanan publik, membuat ide ini sangat sulit diwujudkan.
“Salah satu dampak masalah terbesar yang muncul dari dinaikkannya harga BBM adalah kekhawatiran akan terhambatnya pertumbuhan ekonomi karena dampak kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi akibat komponen biaya yang naik”, ujarnya.
Lebih lanjut Romadhon mengatakan dampak Inflasi tidak mungkin dihindari karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang. Namun menaikkan harga BBM juga tak bisa dihindari karena beban subsidi membuat negara sulit melakukan investasi bidang lain untuk mendorong tumbuhnya ekonomi. Kenaikan harga BBM sampai dengan Rp1.500 akan mengakibatkan inflasi bertumbuh 1,6%, tetapi juga akan mengakibatkan reduksi subsidi sebesar Rp57 triliun.
“Jika hitungan itu jadi nyata maka inflasi tidak akan bergeser terlalu tinggi dibanding target yang dipatok pemerintah untuk tahun ini, 5,3%. Tahun lalu inflasi diklaim pemerintah hanya di kisaran 4%-an. Kalau sekarang subsidi dikurangi terjadi inflasi artinya bisa sama. Sejumlah komponen penyumbang utama kenaikan inflasi, di luar naiknya harga BBM, adalah harga makanan-minuman serta tarif transportasi”, ujarnya.
Baca juga: Diskusi Publik PIC, Rifaldi: Politik Identitas Memperkeruh Demokrasi
Romadhon juga menjelaskan bahwa opsi kenaikan tidak bisa dipungkiri akan ditentang banyak pihak lantaran berpotensi menurunkan daya beli masyarakat sekaligus mendongkrak inflasi nasional. Namun, kenaikan harga minyak dunia membuat anggaran subsidi pemerintah semakin membengkak bila harus mempertahankan harga jual seperti kondisi saat ini.
“Selain itu anggaran subsidi yang selama ini diberikan pemerintah 80 % tidak tepat sasaran karena berdasarkan riset Badan Kebijakan FIskal (BKF) yang menyebut 60 persen masyarakat terkaya menikmati 79,3 persen persen BBM subsidi. Sedangkan 40 persen masyarakat terbawah hanya menikmati 20,7 persen sehingga kami menilai penghapusan atau pengurangan Subsidi BBM sudah tepat untuk dihapuskan”, tegasnya.
Romadhon juga menjelaskan bahwa jebolnya subsidi BBM Indonesia diakibatkan oleh subsidi tidak tepat sasaran karena banyak data yang bisa disajikan bahwa BBM subsidi baik Pertalite dan Solar kebanyakan dinikmati oleh masyarakat kategori mampu.
“Tahun 2022 ini dana subsidi dan kompensasi energi dianggarkan sebesar Rp 502 triliun. Seperti yang diungkapkan Menkeu, jika tidak ada kebijakan lain, anggaran subsidi bisa bengkak ke angka Rp 698 triliun ini akan menjadi masalah serius”, tuturnya.
Lihat juga:
LMAN: Pendanaan Pengadaan Lahan PSN 2022 Capai Rp6,2 Triliun
APBN Mei Surplus Rp132,2 Triliun Didukung Pendapatan Negara Capai Rp1.070,4 Triliun
Satgas BLBI Sita Aset Obligor Eks Bank Asia Pacific
BKF Kemenkeu: Ketahanan Eksternal Indonesia Konsisten Terjaga
Empat Tantangan dan Tiga Fokus Pemerintah Pembenahan Perekonomian
Pajak dari Program Pengungkapan Sukarela Capai Rp9,25 Triliu
Penulis: Dio S
Editor: Rusmanto
Editor: Rusmanto
0 comments:
Post a Comment