Ilustrasi. Lembaga Pemeringkat JCR kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB+ (Investment Grade) dengan outlook stabil. (Foto: Istimewa) |
Keputusan tersebut mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat seiring permintaan domestik yang membaik, utang pemerintah yang terkendali, dan daya tahan eksternal yang didukung oleh akumulasi cadangan devisa.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan afirmasi rating Indonesia pada peringkat BBB+ dengan outlook stabil menunjukkan bahwa pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia, di tengah risiko dampak dari perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi domestik.
Hal ini didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi serta sinergi bauran kebijakan yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan stabilitas keuangan, termasuk penyesuaian lebih lanjut stance kebijakan bila diperlukan, serta terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional," kata Gubernur BI dalam rilisnya, Rabu (27/07/2022).
Baca juga: BKF Kemenkeu: Ketahanan Eksternal Indonesia Konsisten Terjaga
Dalam laporannya, JCR memperkirakan utang pemerintah akan menurun secara gradual seiring perbaikan postur fiskal yang didukung oleh peningkatan penerimaan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik dan harga komoditas yang meningkat.
Di sisi lain, JCR juga mencermati tantangan yang berasal dari ketergantungan pada komoditas sumber daya alam yang masih tinggi dan penerimaan pemerintah yang rendah.
"JCR juga memandang momentum pemulihan ekonomi Indonesia akan berlanjut. Perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh melampaui 5 persen pada tahun 2022, terutama didukung oleh konsumsi swasta, investasi, dan ekspor, yang didorong oleh kenaikan harga komoditas," kata Perry.
Dari sisi fiskal, pada April 2022, Pemerintah telah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan penerimaan dan memperbaiki postur fiskal. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendukung tercapainya komitmen untuk menurunkan defisit fiskal menjadi di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2023.
Selain itu, peningkatan penerimaan Pemerintah juga didorong oleh ekspansi ekonomi dan kenaikan harga komoditas. JCR memproyeksikan defisit fiskal akan mencapai 4,0 persen dari PDB pada tahun 2022 dan kembali menurun pada tahun 2023.
"Dari sisi eksternal, JCR memperkirakan surplus transaksi berjalan akan terus berlanjut pada 2022, didukung oleh kenaikan harga komoditas dalam jangka pendek. Ke depan, aliran masuk investasi langsung diperkirakan berlanjut didorong oleh perbaikan iklim investasi. Daya tahan ekonomi Indonesia terhadap tekanan eksternal juga tetap kuat didukung cadangan devisa yang setara dengan 6,6 bulan impor," kata Gubernur BI tersebut.
Sebelumnya, JCR mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB+ dengan outlook stabil (dua tingkat di atas level terendah Investment Grade) pada 22 Desember 2020.
Lihat juga:
Empat Tantangan dan Tiga Fokus Pemerintah Pembenahan Perekonomian
Pajak dari Program Pengungkapan Sukarela Capai Rp9,25 Triliu
Realisasi Penerimaan Pajak Hingga April 2022 Capai Rp567,69 Triliun
Realisasi Anggaran PC PEN Hingga 13 Mei 2022 Capai Rp80,79 Triliun
Melalui Anggaran Perlinsos, APBN Melaksanakan Fungsi Shock Absorber
Editor: Rianto
0 comments:
Post a Comment