Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ke tiga tantangan tersebut yaitu inflasi global yang tinggi, suku bunga tinggi, dan potensi pelemahan ekonomi.
"Ini yang harus kita waspadai," ungkap Sri Mulyani saat menyampaikan hasil pemantauan pelaksanaan APBN dalam APBN Kita Edisi April 2022 di Aula Djuanda Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Senin (23/05/2022).
Menkeu menyampaikan dalam pemaparannya, pemulihan ekonomi dunia dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah, terutama akibat krisis global yang meningkat berasal dari geopolitik yaitu perang di Ukraina yang telah menimbulkan spillover dalam bentuk kenaikan barang-barang terutama energi dan pangan dan terjadinya supply disruption.
"Jadi kita lihat pertumbuhan ekonomi di berbagai negara mengalami tekanan, nanti akan terlihat terutama di kuartal kedua. Kita lihat di berbagai negara sekarang ini kuartal satunya sudah mengalami penurunan yang cukup konsisten across region," ucap Menkeu.
Menkeu menyebutkan beberapa negara yang mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi.
Meksiko sebesar 1,6 persen (year on year/yoy), Taiwan 3,1 persen yoy, Korea 3,1 persen yoy, Singapura 3,4 persen yoy, Amerika Serikat 3,6 persen yoy, dan RRT 4,8 persen yoy.
Baca juga: Neraca Perdagangan Maret 2022 Surplus, Naik Sebesar USD4,53 Miliar
Selain itu, eskalasi tensi geopolitik menjadi penyebab lonjakan harga komoditas pangan dan energi. Natural gas atau gas alam terjadi lonjakan 125,8 persen (year to date/ytd). Coal atau batu bara melonjak 166 persen ytd. Brent mengalami kenaikan 45,7 persen ytd. CPO naik 20,9 persen ytd. Wheat atau gandum naik 55,6 persen ytd. Jagung naik 31,6 persen ytd. Sedangkan kedelai dan gandum-ganduman naiknya masing-masing 28,1 persen dan 15,5 persen ytd.
"Jadi ini seluruh komoditas yang sangat menentukan daya beli yaitu energi dan pangan. Seluruh dunia tidak terkecuali mengalami imbas dengan kenaikan yang sangat tajam," jelas Menkeu.
Sebagai akibatnya, Menkeu menjelaskan inflasi di berbagai negara naik karena banyak negara tidak melakukan shock absorber. Artinya kenaikan ini langsung dirasakan oleh rakyatnya sehingga masyarakat di negara-negara tersebut menghadapi inflasi yang melonjak tinggi.
Pada negara emerging seperti India mencapai inflasi 7,8 persen, Korea Selatan 4,8 persen, Afrika Selatan 5,9 persen, dan Meksiko 7,7 persen. Bahkan tingkat inflasi di negara maju mencapai tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Seperti tingkat inflasi Brazil mencapai 12,1 persen, Rusia 17,8 persen, Amerika Serikat 8,4 persen, dan Inggris 9 persen.
Menurut Menkeu, dengan situasi inflasi yang meningkat tersebut, maka negara-negara akan menjaga tingkatannya dengan kebijakan kenaikan suku bunga. Terutama kebijakan yang akan dilakukan oleh negara maju, seperti Amerika dan Eropa.
"Jadi kita bisa melihat bahwa negara-negara ini kemungkinan akan melakukan kenaikan suku bunga dengan kalau inflasinya tidak terkendali kemungkinan sangat tinggi. Dan ini untuk Amerika Serikat sudah diumumkan. Eropa yang selama ini juga 0 persen sekarang dengan inflasi 7,4 persen sudah mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka akan melakukan adjustment kenaikan suku bunga," pungkas Menkeu.
Lihat juga:
Menkeu: Belanja Negara Per Maret 2022 Terealisasi Mencapai 490 Triliun
Maret 2022 Pendapatan Negara Tunjukkan Kinerja Positif, Pajak Penerimaan Capai Rp322,46 Triliun
Airlangga: Kinerja Ekspor dan Impor Indonesia Tembus Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah
Jaga Momentum Penerimaan Negara, Pemerintah Naikkan Tarif PPN jadi 11 Persen
Kejagung Tetapkan Dirjen Kemendag dan 3 Tersangka Lainnya Mafia Korupsi Minyak Goreng, Ini Modusnya
Redaksi
Editor: Rianto
Baca juga: Neraca Perdagangan Maret 2022 Surplus, Naik Sebesar USD4,53 Miliar
Selain itu, eskalasi tensi geopolitik menjadi penyebab lonjakan harga komoditas pangan dan energi. Natural gas atau gas alam terjadi lonjakan 125,8 persen (year to date/ytd). Coal atau batu bara melonjak 166 persen ytd. Brent mengalami kenaikan 45,7 persen ytd. CPO naik 20,9 persen ytd. Wheat atau gandum naik 55,6 persen ytd. Jagung naik 31,6 persen ytd. Sedangkan kedelai dan gandum-ganduman naiknya masing-masing 28,1 persen dan 15,5 persen ytd.
"Jadi ini seluruh komoditas yang sangat menentukan daya beli yaitu energi dan pangan. Seluruh dunia tidak terkecuali mengalami imbas dengan kenaikan yang sangat tajam," jelas Menkeu.
Sebagai akibatnya, Menkeu menjelaskan inflasi di berbagai negara naik karena banyak negara tidak melakukan shock absorber. Artinya kenaikan ini langsung dirasakan oleh rakyatnya sehingga masyarakat di negara-negara tersebut menghadapi inflasi yang melonjak tinggi.
Pada negara emerging seperti India mencapai inflasi 7,8 persen, Korea Selatan 4,8 persen, Afrika Selatan 5,9 persen, dan Meksiko 7,7 persen. Bahkan tingkat inflasi di negara maju mencapai tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Seperti tingkat inflasi Brazil mencapai 12,1 persen, Rusia 17,8 persen, Amerika Serikat 8,4 persen, dan Inggris 9 persen.
Menurut Menkeu, dengan situasi inflasi yang meningkat tersebut, maka negara-negara akan menjaga tingkatannya dengan kebijakan kenaikan suku bunga. Terutama kebijakan yang akan dilakukan oleh negara maju, seperti Amerika dan Eropa.
"Jadi kita bisa melihat bahwa negara-negara ini kemungkinan akan melakukan kenaikan suku bunga dengan kalau inflasinya tidak terkendali kemungkinan sangat tinggi. Dan ini untuk Amerika Serikat sudah diumumkan. Eropa yang selama ini juga 0 persen sekarang dengan inflasi 7,4 persen sudah mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa mereka akan melakukan adjustment kenaikan suku bunga," pungkas Menkeu.
Lihat juga:
Menkeu: Belanja Negara Per Maret 2022 Terealisasi Mencapai 490 Triliun
Maret 2022 Pendapatan Negara Tunjukkan Kinerja Positif, Pajak Penerimaan Capai Rp322,46 Triliun
Airlangga: Kinerja Ekspor dan Impor Indonesia Tembus Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah
Jaga Momentum Penerimaan Negara, Pemerintah Naikkan Tarif PPN jadi 11 Persen
Kejagung Tetapkan Dirjen Kemendag dan 3 Tersangka Lainnya Mafia Korupsi Minyak Goreng, Ini Modusnya
Redaksi
Editor: Rianto
0 comments:
Post a Comment