Ilustrasi. Peneliti INRS berhasil ubah limbah plastik jadi air dan gas. (Foto: Zikri Maulana/SOPA Images/LightRocket) |
127 negara di dunia menanggapi dengan banyak intiatif yang telah memperkenalkan undang-undang untuk mengatur kantong plastik hingga, kampanye dan perjanjian untuk melarang sedotan plastik dan tas.
Dikutip dari laman Newatlas, para ilmuwan Institut National De La Recherche Scientifique (INRS) Quebec Tim peneliti Profesor Patrick Drogui sedang berinisiatif mengembangkan proses pengolahan pengurangan limbah plastik.
Hasil karya mereka dipublikasikan dalam jurnal Environmental Pollution.
Peneliti berhasil melakukan percobaan untuk mengubah limbah plastik mikro menjadi air dan gas karbondioksida tanpa meninggalkan residu beracun.
Hal ini dilakukan karena, Plastik mikro (microplastic) menjadi satu masalah pencemaran lingkungan yang hingga kini dinilai sulit untuk diatasi.
Inilah sebabnya mengapa tim peneliti memilih untuk mempelajari degradasi partikel dengan oksidasi elektrolit, proses yang tidak memerlukan penambahan bahan kimia.
"Berkat elektroda, kami menghasilkan radikal hidroksile OH) yang menyerang mikroplastik. Proses ini ramah lingkungan karena merendahkan mereka dalam bentuk CO2 dan molekul air, yang tidak beracun bagi ekosistem," jelas peneliti.
Elektroda yang digunakan dalam proses ini lebih mahal daripada elektroda besi atau baja, yang merendahkan, tetapi dapat digunakan kembali selama beberapa tahun.
Dalam jurnal, pare peneliti menyebut penelitian ini dibuat lantaran studi tentang plastik mikro sangat sedikit. Padahal masalah ini jadi isu yang sangat besar di dunia modern yang banyak menggunakan plastik dalam hidup sehari-hari.
Masalahnya, ukuran plastik ini sangat kecil dan sulit diperangkap ketika ia tersebar di air. Sehingga, para peneliti mengembangkan cara baru untuk mengurangi jumlah mikroplastik jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi di air.
Dalam jurnal, pare peneliti menyebut penelitian ini dibuat lantaran studi tentang plastik mikro sangat sedikit. Padahal masalah ini jadi isu yang sangat besar di dunia modern yang banyak menggunakan plastik dalam hidup sehari-hari.
Masalahnya, ukuran plastik ini sangat kecil dan sulit diperangkap ketika ia tersebar di air. Sehingga, para peneliti mengembangkan cara baru untuk mengurangi jumlah mikroplastik jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi di air.
Sebagian besar plastik mikro ini menjadi polusi air akibat serat-serat kecil yang lepas dari kain sintesis saat dicuci. Serat-serat plastik mikro ini terlepas ke sungai dan laut terutama akibat limbah rumah tangga atau fasilitas binatu (laundry) komersial.
Dengan pencegahan langsung disumber penyebaran, diharapkan bisa segera mencegah plastik mikro ini tersebar ke sumber air lain.
Penelitian mereka mencoba memecah serat plastik mikro menjadi karbon dioksida dan molekul air yang tidak beracun. Pemecahan ini dilakukan lewat proses yang disebut sebagai oksidasi elektrolitik untuk menghasilkan radikal hidroksil di dalam air limbah.
Nantinya zat radikal tersebut akan memecah serat plastik menjadi karbon dioksida tidak beracun dan molekul air.
Dalam uji laboratorium yang dilakukan dengan memanfaatkan berbagai bahan elektroda, sejauh ini para peneliti mampu mendegradasi hingga 89 persen partikel polistiren yang diolah dari air limbah simulasi.
Melansir Science Direct, proses yang mereka lakukan menunjukkan cukup menjanjikan untuk mendegradasi partikel plastik dalam air tanpa menghasilkan limbah atau produk sampingan.
Kini, mereka berencana menguji teknologi itu ke air limbah binatu sebenarnya. Sehingga, percobaan ini kemungkinan akan menghadapi beberapa tantangan baru.
"Air (limbah) asli ini mengandung bahan material lain yang dapat mempengaruhi proses degradasi, seperti karbonat dan fosfat. (Kedua bahan ini) dapat mengurangi kinerja proses oksidasi," kata Drogui, seperti dikutip New Atlas.
Jika eksperimen tersebut terbukti berhasil, maka peneliti bakal bisa menentukan berapa biaya instalasi teknologi ini dan bagaimana memperbesar kapasitas produksi agar bisa digunakan untuk kepentingan komersial.
Kelompok penelitian merencanakan juga studi untuk memverifikasi biaya pengobatan dan adaptasi teknologi untuk mengobati lebih banyak air limbah.
Dengan pencegahan langsung disumber penyebaran, diharapkan bisa segera mencegah plastik mikro ini tersebar ke sumber air lain.
Penelitian mereka mencoba memecah serat plastik mikro menjadi karbon dioksida dan molekul air yang tidak beracun. Pemecahan ini dilakukan lewat proses yang disebut sebagai oksidasi elektrolitik untuk menghasilkan radikal hidroksil di dalam air limbah.
Nantinya zat radikal tersebut akan memecah serat plastik menjadi karbon dioksida tidak beracun dan molekul air.
Dalam uji laboratorium yang dilakukan dengan memanfaatkan berbagai bahan elektroda, sejauh ini para peneliti mampu mendegradasi hingga 89 persen partikel polistiren yang diolah dari air limbah simulasi.
Melansir Science Direct, proses yang mereka lakukan menunjukkan cukup menjanjikan untuk mendegradasi partikel plastik dalam air tanpa menghasilkan limbah atau produk sampingan.
Kini, mereka berencana menguji teknologi itu ke air limbah binatu sebenarnya. Sehingga, percobaan ini kemungkinan akan menghadapi beberapa tantangan baru.
"Air (limbah) asli ini mengandung bahan material lain yang dapat mempengaruhi proses degradasi, seperti karbonat dan fosfat. (Kedua bahan ini) dapat mengurangi kinerja proses oksidasi," kata Drogui, seperti dikutip New Atlas.
Jika eksperimen tersebut terbukti berhasil, maka peneliti bakal bisa menentukan berapa biaya instalasi teknologi ini dan bagaimana memperbesar kapasitas produksi agar bisa digunakan untuk kepentingan komersial.
Kelompok penelitian merencanakan juga studi untuk memverifikasi biaya pengobatan dan adaptasi teknologi untuk mengobati lebih banyak air limbah.
Tim JPL NASA Meluncurkan Helikopter Ingenuity di Planet Mars
Microsoft Membuat Opsi Kerja Jarak Jauh Menjadi Permanen
Dies Natalis ITERA, LaNyalla: Fokuskan pada Teknologi yang Membumi
Delapan Provinsi Percontohan JIPP, "Sebarluaskan Inovasi Pelayanan Publik dengan Replikasi"
"Kabar Terbaru" Produksi Obat dan Uji Klinis Tahap III Vaksin Covid-19 Buatan RI
Editor: Manto
0 comments:
Post a Comment