Laut Natuna Utara digunakan Indonesia dalam peta baru NKRI tahun 2017. Disusun sejak era Menko Maritim Rizal Ramli, 2015-2016, sejauh ini tidak ada satu pun negara tetangga di ASEAN yang memprotes nama baru itu. Alasannya sederhana, nama Laut Natuna Utara diberikan Indonesia untuk perairan di sekitar Pulau Natuna yang sudah diakui negara-negara tetangga sebagai wilayah kedaulatan NKRI.
"Sejauh ini, satu-satunya negara di muka bumi yang keberatan dengan penggunaan nama Laut Natuna Utara itu adalah Republik Rakyat China yang dikuasai Partai Komunis China," ujar Dosen Politik Asia Timur UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa, dalam perbincangan di Jakarta, Jumat (30/10).
Patut diduga, ujar Teguh Santosa, China selama ini mendapatkan keuntungan historis, psikologis dan ekonomis atas penggunaan nama Laut China Selatan hingga ke perairan Indonesia di sekitar Bangka Belitung.
Baca juga: Perbumma Adat Nusantara Kupas Prospek dan Solusi Peningkatan Penyediaan Pangan Nusantara
Keuntungan historis, psikologis dan ekonomis itu pada gilirannya dimanfaatkan China untuk semakin menancapkan hegemoni dan pengaruh di kawasan.
"Walaupun ikut menandatangani UNCLOS 1982, namun China secara serampangan kerap memasuki perairan negara-negara ASEAN di kawasan itu juga ZEE Indonesia. Mereka selalu mengatakan perairan ini adalah wilayah perikanan tradisional China sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun lalu," ujar Teguh Santosa.
"Seakan China ingin memutar jarum sejarah kembali ke zaman Kublai Khan yang pernah mengirimkan bala tentaranya untuk menaklukkan Raja Jawa yang menolak tunduk pada Dinasti Yuan," sambungnya.
Menurut Teguh, penamaan Laut Natuna Utara itu adalah agendan nasional untuk menambah kepastian hukum internasional di perairan.
Ia menyarankan Presiden Jokowi untuk mengawal dari dekat penuntasan pemberian nama Laut Natuna Utata di International Hydrographic Organization (IHO).
IHO adalah badan internasional yang memastikan semua perairan di muka bumi terdaftar. Didirikan tahun 1921, kantor pusat IHO berada di Monako, dan hingga kini beranggotakan 93 negara, termasuk Indonesia dan China.
"Publik perlu mendapatkan informasi sudah sejauh mana proses ini bergulir di IHO. Jangan sampai publik menganggap pemerintah membatalkan penggunaan nama Laut Natuna Utara karena takut pada tekanan China komunis," demikian Teguh Santosa yang di tahun 2017 lalu ikut mendirikan Belt and Road Journalist Forum di Beijing bersama sekitar 30 pimpinan organisasi wartawan di dunia. [***]
Lihat juga:
Perisai Dukung TNI dan Polri Tindak Tegas Aktor Intelektual Kerusuhan Demo UU Cipta Kerja
Kritik Omnibus Law, BEM PTAI Se Indonesia Serukan Judicial Review
Bahas Kebangsaan, Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti Temui Ketum PBNU Jelang Agenda Reses
Kabaharkam Polri Wakili Alumni AKABRI 1989 Serahkan Bantuan Tenaga Medis kepada KASAD dan Wakapolri
Ikut Partisipasi Pilkada Merupakan Langkah Membangun Bangsa
Editor: Rianto
0 comments:
Post a Comment