Ilustrasi. Pilkada serentak. (Foto : Okezone) |
Jakarta - Forumpublik.com | Komisi Pemilihan Umum (KPU), DPR, dan pemerintah didorong untuk menetapkan Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan di tahun 2021, paling lambat bulan September.
Dorongan itu datang dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat yang terdiri dari Netgrit, Netfid, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), dan Rumah Kebangsaan.
Koalisi masyarakat sipil itu menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang telah diterbitkan pada 4 Mei 2020 tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh penyelenggara pemilu sehubungan dengan penyelenggaraan pilkada serentak yang diatur untuk dilaksanakan pada bulan Desember 2020 di tengah pandemi.
Perppu itu juga dinilai tidak berangkat dari pemahaman bahwa jika pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan pada Desember 2020, maka tahapan pilkada lanjutan harus dimulai sejak awal Juni.
"Belum ada kepastian bahwa Juni menjadi akhir dari penularan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)," kata Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat, Titi Anggraini, dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/5/20).
Koalisi masyarakat sipil itu juga menyampaikan bahwa belum ada prediksi yang bisa diandalkan mengenai akhir pandemi di Indonesia. Kurva penambahan kasus harian sampai saat ini masih mengalami peningkatan.
Penambahan yang fluktuatif namun masih dalam jumlah peningkatan yang besar. "Belum ada tanda-tanda bahwa kita sudah melewati puncak wabah, apalagi mendekati akhir wabah," ujar Direktur Eksekutif Perludem ini.
Koalisi masyarakat sipil itu juga menyampaikan bahwa jika mengacu pada tren ini, pandemi masih akan berlangsung di Indonesia setidaknya beberapa bulan ke depan.
"Akibatnya, pertama, tahapan Pilkada Serentak 2020 yang akan berjalan perlu diselenggarakan dengan protokol Covid-19 dan dengan sejumlah perubahan dalam proses pelaksanaan pada setiap tahapannya," katanya.
Mereka menilai tanpa perubahan proses pelaksanaan, tahapan pilkada jelas akan menciptakan pertemuan para pemangku kepentingan atau kerumunan terutama diproses pemutakhiran data pemilih, verifikasi dukungan dalam pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, dan rekapitulasi dan penetapan hasil.
"Ada risiko terpaparnya banyak orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada dengan Covid-19," ujarnya.
Kedua, menyelenggarakan pilkada dengan protokol Covid-19 berkonsekuensi pada anggaran dan perubahan tata cara penyelenggaraan tahapan-tahapan pilkada. Mereka menilai Perppu tak mengubah pasal-pasal mengenai teknis kepemiluan yang diatur di dalam Undang-Undang Pilkada.
Dengan demikian, tahapan pilkada masih dijalankan dengan ketentuan di UU Pilkada yang ada. Penyelenggaraan juga diyakini akan terhambat oleh ketersediaan anggaran.
"Dari diskusi yang telah banyak diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu di daerah, anggaran tambahan dari pemerintah daerah tak memungkinkan," katanya.
Ketiga, ada pula risiko politisasi bantuan sosial, kontestasi yang tak setara bagi peserta pemilu petahana dan non-petahana, dan turunnya partisipasi pemilih. Singkatnya, lanjut dia, memaksakan penyelenggaraan pilkada di masa pandemi berpotensi menimbulkan lebih banyak mudarat daripada manfaatnya.
"Atas pertimbangan tersebut, kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat (Netgrit, Netfid, Perludem, PUSaKO FH Unand, Puskapol UI, Rumah Kebangsaan, dan kawan-kawan) mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU), DPR, dan Pemerintah untuk menetapkan Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan di 2021, paling lambat bulan September," tuturnya.
Koalisi masyarakat sipil itu juga menyampaikan bahwa penyelenggaraan pilkada seyogianya juga memerhatikan unsur keselamatan dan kesehatan pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Jika penyelenggaraan Pilkada tidak dapat memastikan keselamatan penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan pemilih, bijaknya tahapan pilkada ditunda ke 2021.
"Seharusnya kita menyelenggarakan pilkada untuk kepentingan kemanusiaan, yang hak atas keselamatan dan kesehatannya terjamin, bukan sebaliknya," ungkapnya.
Mereka berpendapat, memaksakan penyelenggaraan pilkada di masa pandemi berpotensi menimbulkan lebih banyak mudarat daripada manfaat.
Di antaranya, terpaparnya banyak orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada, politisasi bantuan sosial, kontestasi yang tak setara bagi peserta pemilu petahana dan non petahana, dan turunnya partisipasi pemilih.
"Kami mengajak sahabat semua untuk mendukung dan menandatangani petisi yang ditujukan kepada KPU, DPR dan Pemerintah agar Pilkada 2020 ditunda pelaksanaannya ke tahun 2021," pungkasnya.
Lihat juga:
(zik/sindonews)
Editor: Manto
0 comments:
Post a Comment