Ilustrasi Potret Pengangguran (Ilustrasi Dok. Scoop.it) |
Jakarta -- Forumpublik.com | Target pemerintah untuk menyerahkan draft Omnibus Law kepada DPR adalah pada pertengahan Desember lalu dimana substansi RUU ini terdiri atas sebelas klaster permasalahan yang melibatkan 31 kementerian/lembaga yang menjadi prioritas untuk dibahas di masa sidang tahun ini.
Meski salah satu Omnibus Law yaitu RUU Ketentetuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekoknomian (Perpajakan) telah dilakukan harmonisasi, namun untuk RUU Cipta Lapangan Kerja masih dalam tahap pembahasan yang alot di ranah internal pemerintah.
Melansir dari Kompas, Rabu (22/01/20), "Terkait Omnibus Law ada dua, yaitu perpajakan yang substansi nya sudah dilakukan harmonisasi dan semuanya. Namun Cipta Lapangan Kerja kan menulis banyak hal," ujar Sekretaris Kementerian Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso ketika memberi keterangan kepada awak media di Jakarta, Senin (6/1/20).
Menurutnya, hingga saat ini, pihaknya sebagai salah satu tim inti dalam menyusun dan menjabarkan pasal-pasal dalam undang-undang sapu jagat tersebut masih belum mempublikasikan poin-poin secara lebih rinci.
Sebelumnya juga, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat mengutarakan terdapat 11 klaster dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, yaitu mengenai penyederhanaan perizinan tanah, persyaratan investasi dan ketenagakerjaan.
Selain itu juga kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengendaliaan lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Salah satu klaster yang masih dalam pembahasan alot adalah klaster ketenagakerjaan yang dikatakan bakal mengatur fleksibilitas jam kerja, proses perekrutan dan pemutusan hubungan kerja (PHK), mempermudah perizinan tenaga kerja asing, sistem pengupahan berbasis jam kerja, aturan mengenai pesangon, serta hubungan antara pekerja dan UMKM.
Namun demikian, Susi mengatakan poin-poin tersebut belum final dan masih dalam pembahasan dengan beberapa asosiasi dan mengajak beberapa teman-teman konfederasi pekerja di ruang diskusi.
Baca juga:
Mengutip dari laman Kemenkeu, berikut ini penyederhanaan Perizinan Berusaha pada klaster I Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang memiliki beberapa poin.
Pertama, yaitu konsep izin kegiatan usaha (license approach) diubah menjadi penerapan standar dan berbasis risiko (Risk-Based Approach/RBA).
Pada kegiatan usaha risiko tinggi, pengusaha wajib memiliki izin. Kegiatan usaha risiko tinggi adalah kegiatan usaha yang berdampak kepada kesehatan (health), keselamatan (safety), dan lingkungan (environment) serta kegiatan pengelolaan sumber daya alam (SDA). Pemerintah melakukan pengawasan dan inspeksi yang ketat atas kegiatan usaha risiko tinggi.
Pada kegiatan usaha risiko menengah menggunakan standar. Penilaian standar (compliance) dilakukan oleh profesi bersertifikat. Sedangkan kegiatan usaha risiko rendah cukup melalui pendaftaran.
Penataan kewenangan perizinan diatur dalam Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK).
Adapun cakupan perizinan sektor usaha pada klaster I terdiri dari 15 sektor yaitu pertanian, kehutanan, kelautan & perikanan, energi dan sumber daya mineral, ketenaganukliran, perindustrian, perdagangan, kesehatan obat dan makanan, pariwisata, pendidikan, keagamaan, transportasi, PUPR, Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran, seta Pertahanan dan Keamanan (Hankam).
Pada klaster 2 persyaratan investasi, terdapat 6 kegiatan usaha yang tertutup untuk penanaman modal berdasarkan kepentingan nasional, asas kepatutan dan konvensi internasional yaitu perjudian dan kasino, budidaya dan produksi narkotika golongan I, industri pembuatan senjata kimia, industri pembuatan bahan perusak lapisan ozon (BPO), penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I, pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam. (nr/ds)
Lihat juga:
0 comments:
Post a Comment