Ilustrasi: Buruh. (Poto: serikatnews/Atiqurrahman) |
FORUMPUBLIK.COM -- Pada dasarnya ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) maupun Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berlaku untuk semua perusahaan termasuk perusahaan berbentuk CV dan memiliki karyawan kurang dari 10 orang.
Akan tetapi, jika pengusaha tidak mampu membayar upah minimum, maka pengusaha dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum. Jadi, sepatutnya jumlah karyawan tidak berpengaruh pada ada atau tidaknya kewajiban suatu perusahaan untuk mengikuti peraturan upah minimum.
Hal ini terutama merujuk pada Undang Undang Nomor 13 Tahun2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia, bahwa buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar:
- Buruh profesional - biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja,
- Buruh kasar - biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja.
Dikutip dari Hukum Online, bahwa istilah UMR tidak digunakan lagi sejak diterbitkanya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-226/Men/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum (Kepmenakertrans 226/2000).
Pada Pasal I Kepmenakertrans 226/2000 menyatakan:
“Istilah "Upah Minimum Regional tingkat I (UMR Tk I)" diubah menjadi "Upah Minimum Propinsi", istilah "Upah Minimum Regional Tingkat II (UMR Tk II)" diubah menjadi "Upah Minimum Kabupaten/Kota”.
Sejak itu, istilah yang digunakan untuk menyebut upah minimum bukan lagi UMR, melainkan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Dalam hal ini pada prinsipnya pengusaha dilarang membayarkan upah pekerja di bawah upah minimum.
Perusahaan yang berbentuk CV (Commanditaire Vennootschap) atau Persekutuan Komanditer sebagai salah satu badan usaha yang dijalankan oleh pengusaha berbentuk persekutuan yang tidak berbadan hukum, juga harus tunduk pada ketentuan upah minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Perlu diingat bahwa upah minimum hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada perusahaan yang bersangkutan.
Jadi, upah pekerja/buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih harus di atas upah minimum.
Akan tetapi, pengusaha yang tidak mampu membayar upah pekerja sesuai upah minimum dapat mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum kepada Gubernur melalui Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum.
Penangguhan upah minimum ini diatur dalam Pasal 90 UU No. 13 Ketenagakerjaan yang berbunyi:
- Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
- Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan.
- Tata cara penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.
Adapun tatacara penangguhan pada Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyebutkan sebagai berikut:
Penangguhan pelaksanaan upah minimum bagi perusahaan yang tidak mampu dimaksudkan untuk membebaskan perusahaan yang bersangkutan melaksanakan upah minimum yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. Apabila penangguhan tersebut berakhir maka perusahaan yang bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan.
Namun, terkait Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan ini, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 72/PUU-XIII/2015 menyatakan bahwa frasa“…tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Artinya, Mahkamah memberi penegasan bahwa "selisih kekurangan pembayaran upah minimum selama masa penangguhan tetap wajib dibayar oleh pengusaha".
Dengan kata lain, penangguhan pembayaran upah minimum oleh pengusaha kepada pekerja/buruh tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum selama masa penangguhan. Selisih upah minimum yang belum terbayar selama masa penangguhan adalah utang pengusaha yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya.
Apabila pengusaha tidak dapat membayar sesuai upah minimum, ia dapat mengajukan permohonan penangguhan. Akan tetapi, jika si pengusaha tidak mendapatkan persetujuan untuk penangguhan penerapan upah minimum dari Gubernur dan tetap membayar upah pekerja di bawah upah minimum, maka pengusaha akan dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.
Editor: Sugiarto
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum;
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 231 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XIII/2015.
0 comments:
Post a Comment