Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution Darmin Nasution optimistis Indonesia bisa gagalkan rencana pengenaan bea masuk imbalan sementara biodiesel Uni Eropa. (industry.co.id).
|
Jakarta, Forumpublik.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution optimistis Indonesia bakal menang jika menggugat pemerintah Uni Eropa terkait rencana pengenaan bea masuk imbalan sementara produk biodiesel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pasalnya, tuduhan pemberian subsidi pada biodiesel yang ditudingkan Uni Eropa tidak berdasar.
Sebelumnya, Uni Eropa berencana mengenakan bea masuk imbalan sementara pada produk biodiesel Indonesia pada 2020 mendatang. Uni Eropa menganggap pemerintah memberikan fasilitas subsidi pada produk turunan minyak kelapa sawit itu. Rencananya, besaran bea masuk berkisar 8 persen hingga 18 persen.
"Kami bisa buktikan. Dari dulu kami juga punya (buktinya). Cuma mereka (Uni Eropa) tidak mau berhenti saja (menyerang produk sawit) Indonesia. Sebentar-sebentar yang nuntut asosiasi, lalu konsumen, macam-macam," ujar Darmin, Rabu (31/7).
Keyakinan Darmin dikuatkan oleh keberhasilan Indonesia yang telah beberapa kali menggagalkan pengenaan bea masuk anti dumping Uni Eropa.
Kementerian Perdagangan mencatat, pada 16 Februari 2018 lalu, Court of Justice EU (CJEU) mengeluarkan keputusan yang menguatkan putusan Hakim General Court sehingga Uni Eropa memutuskan membatalkan pengenaan BMAD yang mulai efektif berlaku per 16 Maret 2018.
Indonesia juga telah berhasil terbebas dari pengenaan BMAD atas impor biodiesel melalui keputusan panel Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO pada 26 Oktober 2017. Panel DSB memenangkan klaim Indonesia atas Uni Eropa pada sengketa DS 480 - EU-Indonesia Biodiesel.
"Kami waktu itu melahirkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Dia (Eropa) bilang ini subsidi nih. Tuduhan subsidi itu resmi diberlakukan dan dia mulai bebankan bea masuk anti-dumping, dan kita maju ke WTO dan 2018 kita menang," ujarnya.
Menurut Darmin, tudingan Uni Eropa terhadap produk kelapa sawit Indonesia disebabkan oleh produk minyak nabatinya yang kalah bersaing. Sebagai catatan, produktivitas kelapa sawit dalam satu hektare (ha) lahan merupakan yang tertinggi dibandingkan produk minyak nabati lainnya.
Serap 1.600 Pekeja, Perusahaan Raksasa Taiwan Lirik Investasi di Batam
Kemenkeu Pastikan THR ASN Dibayarkan pada Mei 2019
Perang Dagang AS-Cina: Defisit Neraca Dagang Indonesia Tertinggi Sepanjang Sejarah
Menkeu Sri Mulyani Siapkan Rp2 Triliun untuk Subsidi Perumahan
Menteri Luhut: Pariwisata Penyumbang Devisa Paling Menjanjikan di Masa Depan
Sebagai gambaran, 1 hektare lahan kelapa sawit dapat menghasilkan 4 ton minyak sawit. Sementara, produktivitas bunga matahari hanya 0,6 ton per ha dan kedelai hanya 0,4 ton per ha.
"Sawit enggak bisa tumbuh di sana. Padahal, yang paling efisien sawit. Jadi dari berbagai rupa, (sawit) diserang terus," ujarnya.
Pemerintah, lanjut Darmin, terus berkomunikasi agar Uni Eropa tidak mengenakan bea masuk tersebut. Di saat yang sama, sambung ia, Indonesia akan terus memperbaiki tata kelola perkebunan sawit di Indonesia. Mulai dari pembenahan data hingga standarisasi sertifikasi Sistem Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO).
Saat ini, pemerintah tengah merampungkan peraturan presiden (perpres) terkait ISPO. Di dalamnya, akan mengatur mengenai standar pengelolaan perkebunan sawit yang berkelanjutan.
"Dengan ISPO apalagi dengan perpres itu nanti kami berjanji akan menyelesaikan standar dari perusahaan kecil, perkebunan kecil," ujarnya.
(Bs/Cnn)
0 comments:
Post a Comment