Sulawesi Tenggara, Forumpublik.com - Pelaporan 2 jurnalis Sulawesi Tenggara (Sultra) dinilai salah alamat dan berpotensi mencederai kebebasan pers. Penggunaan pasal karet pencemaran nama tak bisa dibenarkan.
Anton Muhajir, Secretary General Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengatakan, jurnalis tersebut menjalankan tugas sesuai dengan UU Pers yang terkait dengan kepentingan umum.
Hal itu, dikecualikan dalam unsur pencemaran nama baik sesuai dengan Pasal 310 KUHP ayat (3) yang bertalian dengan Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang dijadikan dasar melaporkan 2 jurnalis itu.
“Perbuatan yang dilakukan demi kepentingan umum tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis,” kata Anton dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Rabu (20/2/2019).
Sebelum diberitakan, calon anggota legislatif (caleg) Partai Amanat Nasional (PAN), Andi Tendri Awaru melaporkan Fadli Aksar dan Wiwid Abid Abadi, 2 jurnalis asal Sultra terkait pemberitaan ke Polda Sultra.
Laporan terhadap Wiwid dan Fadli tertuang dalam nomor Laporan R/LI-01/I/2019/Ditreskrimsus Polda Sultra tertanggal 8 Januari 2019 tentang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui situsweb online. Penyidik memanggill 2 jurnalis ini untuk dimintai keterangan, Kamis (21/2/2019).
Kasus ini, imbuh Anton, menambah daftar jurnalis yang dikriminalisasi dengan pasal karet UU ITE. Dalam laporan SAFEnet tentang kebebasan pers di Indonesia pada Januari 2019, sejak 2008 sampai Desember 2018 telah terjadi 16 kasus hukum yang berupaya mempidanakan 14 jurnalis dan 7 media dengan pasal karet UU ITE.
Ika Ningtyas, Head Division Online Freedom of Expression SAFEnet mengatakan, berita yang ditulis oleh Fadli Aksar dan Wiwit Abid Abadi adalah bagian dari fungsi pers dalam melakukan kontrol sosial yang dilindungi dalam Pasal 3 UU 40/1999 tentang Pers.
Pasal 4 UU Pers, kata Ika, menegaskan untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
“Di Indonesia, jurnalis dilindungi oleh UU Pers. Bahkan dalam Pasal 15 UU Pers telah diatur agar setiap sengketa pers harus diselesaikan melalui Dewan Pers,” ujar Ika.
Jaminan kemerdekaan pers, kata Ika, dalam UU Pers dipertegas dengan adanya Nota Kesepahaman antara Kapolri dan Dewan Pers pada 9 Februari 2012, sehingga pemidanaan tidak bisa dilakukan tanpa menempuh mediasi lewat Dewan Pers.
“Polda Sulawesi Tenggara harus menghentikan penyelidikan kasus ini dan mematuhi Nota Kesepahaman antara Kapolri dan Dewan Pers. Selain itu, Dewan Pers harus melindungi jurnalis dari jerat pencemaran nama,” ungkap Ika saat dilansir dari Tirto.
Diketahui, laporan itu terjadi setelah Fadli dan Wiwid memuat berita terkait laporan warga terhadap Andi Tendri Awaru ke Polda Sultra terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan administrasi kependudukan.
Fadli menulis dua berita atas kasus itu di detiksultra.com pada 22 Desember 2018, masing-masing berjudul ‘Caleg Asal Kendari Dipolisikan, Diduga Tipu dan Kuras Harta Mantan Suami’ dan ‘Polda Sultra Segera Tentukan Status Hukum Seorang Caleg Kendari’.
Sedangkan Wiwid menurunkan empat berita soal Andi Tendri Awaru di okesultra.com dengan berita berjudul, ‘Dilaporkan ke Polda Sultra Atas Tiga Dugaan Tindak Pidana’, ‘Andi Tendri Awaru yang Dilaporkan ke Polisi Ternyata Caleg PAN Kendari’, ‘Polda Sultra Masih Cari Barang Bukti Soal Kasus Andi Tendri Awaru’, dan ‘Polda Sultra Sudah Panggil Andi Tendri Awaru, Statusnya Ditetapkan Setelah Gelar Perkara’. (Red)
0 comments:
Post a Comment